Oleh Unggung Rispurwo, 12/10/2023
BERITASAE.ID - BANDUNG. Mikroplastik tak hanya mengancam sungai dan lautan, tetapi juga makhluk hidup dan daratan.
Berawal dari perilaku membuang sampah plastik sembarangan dan dibiarkan, ditambah adanya unsur-unsur alam, seperti radiasi matahari, angin, arus air, atau hujan, mengakibatkan plastik akan terpecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, terurai seiring waktu tak kasat mata.
Mikroplastik sangat berbahaya karena memiliki kandungan bahan kimia yang bersifat toksik dan karsinogenik. Pencemarannya telah memberikan dampak buruk, tak hanya bagi lingkungan, tetapi juga makhluk hidup.
Menurut National Geography, benda ini didefinisikan sebagai plastik yang memiliki diameter kurang dari lima milimeter, lebih kecil dari sebutir beras.
Terdapat dua kategori mikroplastik primer dan sekunder. Mikroplastik primer adalah partikel-partikel kecil yang didesain untuk penggunaan komersial, seperti dalam produk kosmetik, serta serat-serat mikro yang terlepas dari pakaian dan tekstil lainnya, seperti jaring ikan.
Mikroplastik sekunder adalah partikel-partikel yang hasil dari penguraian benda plastik yang lebih besar, seperti botol plastik.
Penguraian ini disebabkan oleh paparan faktor-faktor lingkungan, terutama radiasi matahari dan gelombang laut.
Sumber Mikroplastik
Masalah utama mikroplastik adalah berapapun ukurannya, plastik tidak mudah terurai menjadi molekul yang tidak berbahaya.
Plastik dapat memakan waktu ratusan atau ribuan tahun untuk terurai sepenuhnya dan selama itu, merusak lingkungan.
Di pantai, mikroplastik terlihat sebagai butiran plastik kecil berwarna-warni di pasir. Di lautan, polusi mikroplastik seringkali dikonsumsi oleh hewan laut.
Dilansir dari Environment America, ada beberapa sumber utama yang diketahui menghasilkan polusi mikroplastik ini.
Pertama, mikroplastik dapat berasal dari mikrobola plastik, yaitu butiran plastik kecil yang digunakan dalam produk perawatan pribadi.
Kedua, serat sintetis yang terlepas dari pakaian, tekstil, dan mesin cuci juga menjadi sumber mikroplastik ketika mereka masuk ke infrastruktur air limbah yang sulit difilter sepenuhnya oleh fasilitas pengolahan.
Selain itu, mikroplastik dapat terbentuk dari pecahan plastik kemasan yang rusak. Proses industri juga menghasilkan partikel plastik kecil, dan paparan sinar UV, perubahan suhu, serta tekanan fisik dapat menyebabkan plastik berdebu.
Pengerjaan jalan dan penggunaan cat yang mengandung bahan plastik juga dapat menyebabkan debu jalan yang mengandung mikroplastik.
Akhirnya, hilangnya "nurdles," bahan baku mentah yang digunakan untuk membuat produk plastik baru, juga berkontribusi pada jumlah besar mikroplastik yang hilang setiap tahunnya.
Semua sumber ini berperan dalam penyebaran mikroplastik di berbagai lingkungan.
Bahaya bagi Lingkungan
Mikroplastik telah terdeteksi dalam organisme laut mulai dari plankton hingga paus, dalam makanan laut komersial, dan bahkan dalam air minum.
Bahaya mikroplastik, fasilitas pengolahan air minum standar tidak dapat menghilangkan semua jejak mikroplastik.
Untuk mempersulit masalah, mikroplastik di laut dapat berikatan dengan zat kimia berbahaya lainnya sebelum dikonsumsi oleh organisme laut.
Ilmuwan masih belum yakin apakah mikroplastik yang dikonsumsi berbahaya bagi kesehatan manusia atau hewan - dan jika ya, bahaya apa yang spesifik yang mungkin ditimbulkan.
Namun, banyak negara sedang mengambil tindakan untuk mengurangi mikroplastik di lingkungan.
Resolusi PBB tahun 2017 membahas mikroplastik dan perlunya regulasi untuk mengurangi ancaman ini terhadap laut kita, kehidupan laut, dan kesehatan manusia.***
Rekomendasi Artikel
Artikel Terpopuler